
KPK Usut Aliran Dana Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker
koranindonesia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Lembaga ini fokus meneliti kemungkinan keterlibatan pihak-pihak di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Pada Jumat, 24 Oktober 2025, tim penyidik KPK memeriksa Harry Ayusman (HA), Atase Tenaga Kerja di Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur, Malaysia. Ia hadir sebagai saksi dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kemnaker.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan pemeriksaan ini berkaitan dengan pengetahuan Harry tentang aliran uang dari agen tenaga kerja asing kepada pejabat Kemnaker. “Kami meminta keterangan saksi terkait dugaan penerimaan uang yang melibatkan pihak kementerian,” ujarnya, Sabtu, 25 Oktober 2025.
“Baca Juga: Diplomasi Prabowo Angkat Posisi Indonesia di Dunia“
KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini. Pengumuman resmi berlangsung pada 5 Juni 2025. Seluruh tersangka kini berstatus tahanan KPK setelah menjalani dua gelombang penahanan.
Gelombang pertama dilakukan pada 17 Juli 2025. Empat pejabat yang ditahan meliputi Suhartono (SH), Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023; Haryanto (HY), Dirjen Binapenta 2024–2025; Wisnu Pramono (WP), Direktur PPTKA 2017–2019; serta Devi Angraeni (DA), Direktur PPTKA 2024–2025.
Kemudian, pada 24 Juli 2025, KPK kembali menahan empat tersangka tambahan. Mereka terdiri dari Gatot Widiartono (GTW), Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Binapenta Kemnaker 2019–2021. Ia juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019–2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA 2021–2025.
Dengan dua gelombang penahanan ini, seluruh tersangka kini berada dalam tahanan KPK. Langkah ini menegaskan komitmen lembaga antirasuah untuk menindak kasus korupsi secara menyeluruh.
KPK kini memfokuskan penyidikan pada aliran uang dari agen tenaga kerja asing (TKA) kepada pejabat Kemnaker. Uang tersebut diduga berasal dari proses perizinan dan pengurusan RPTKA, yang seharusnya berjalan sesuai aturan resmi.
Penyidik berupaya mengurai rangkaian transaksi dan pihak penerima dana agar skema dugaan pemerasan bisa terungkap secara menyeluruh. Selain itu, tim juga memeriksa dokumen dan komunikasi internal di lingkungan Kemnaker untuk mencari bukti tambahan.
Menurut sumber internal, KPK juga menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak swasta dan perantara tenaga kerja asing. Langkah ini penting untuk memastikan seluruh jalur keuangan teridentifikasi dengan jelas.
Delapan tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Aturan ini memberikan ancaman hukuman berat bagi pelaku pemerasan dan penerimaan gratifikasi dalam jabatan.
KPK menegaskan bahwa penegakan hukum tidak berhenti pada pejabat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Lembaga ini juga akan menindak pihak lain jika ditemukan bukti baru selama penyidikan berlangsung.
Kasus ini kembali menunjukkan tantangan besar dalam menjaga integritas birokrasi, terutama di lembaga yang menangani tenaga kerja asing.
KPK berkomitmen membersihkan praktik korupsi dan pungutan liar agar kepercayaan publik terhadap institusi negara dapat pulih.
Melalui pemeriksaan intensif, lembaga ini berharap bisa membuka semua rantai korupsi di lingkungan Kemnaker.
KPK juga mengingatkan seluruh pejabat publik agar menjalankan tugas secara transparan dan akuntabel tanpa penyalahgunaan wewenang.
Dengan langkah tegas ini, KPK berusaha memastikan penegakan hukum berjalan adil serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di sektor ketenagakerjaan.
“Baca Juga: Thailand Berduka, Ibu Suri Sirikit Wafat di Usia 93 Tahun“