
Greta Thunberg Ungkap Kekerasan Brutal di Tahanan Israel
Rektor IPB Dorong Inovasi Pangan ASEAN-Tiongkok
koranindonesia.id – Swedia Aftonbladet, Greta mengatakan bahwa tentara Israel memukuli, menendang, dan mengancamnya dengan kekerasan ekstrem. Ia bahkan mengaku sempat diancam akan digas di dalam kandang bersama para aktivis lainnya.
Greta menjelaskan bahwa armada tersebut membawa makanan dan obat-obatan untuk warga Gaza yang terisolasi akibat blokade panjang Israel. Menurutnya, misi kemanusiaan itu tidak memiliki tujuan politik. Namun, pasukan bersenjata Israel tetap menyerang kapal mereka di perairan internasional.
“Baca Juga: Rektor IPB Dorong Inovasi Pangan ASEAN-Tiongkok“
Greta menggambarkan saat tentara Israel menaiki kapal mereka dengan senjata otomatis dan wajah tertutup. Para tentara memaksa seluruh awak duduk melingkar di bawah terik matahari. Mereka juga membuang perbekalan, termasuk obat-obatan dan makanan, ke laut dan tempat sampah.
“Saat itu sangat panas. Kami terus memohon air. Kami berkata, ‘Bolehkah kami minta air?’ Mereka hanya tertawa dan mengangkat botol air di depan kami,” kata Greta.
Para tentara, lanjutnya, memperlakukan para aktivis dengan kejam. Mereka menendang dan menghina sambil mengibarkan bendera Israel di depan wajah para tahanan.
Setelah penangkapan, kapal dibawa ke Pelabuhan Ashdod, pelabuhan industri terbesar di Israel. Di sana, kekerasan meningkat. Greta mengatakan ia diseret di atas aspal, ditendang, dan diikat dengan kasar.
“Mereka menyeret saya di aspal, menendang, dan menertawakan saya. Mereka berfoto dengan saya seperti trofi,” ujarnya.
Greta juga menceritakan bahwa para penjaga mengucapkan hinaan dalam bahasa Swedia. Mereka memanggilnya dengan kata-kata kotor setelah mempelajari artinya dari penerjemah. “Mereka mengatakan ‘Lilla hora’ (wanita kecil) dan ‘Hora Greta’ (wanita Greta). Mereka mengulanginya terus-menerus sambil tertawa,” katanya.
Menurut Greta, para penjaga penjara secara rutin mengancam akan menggunkan gas untuk menghukum para tahanan. Mereka memaksa tahanan berdiri atau berlutut selama berjam-jam di bawah panas ekstrem. Beberapa dipindahkan ke sel kecil tanpa air dan makanan yang cukup.
Di salah satu sel, para tahanan hanya diberi air keran berwarna cokelat. Banyak yang jatuh sakit setelah meminumnya. “Para penjaga tidak memiliki rasa empati atau kemanusiaan. Mereka membuang obat-obatan orang yang mengidap penyakit jantung, kanker, dan diabetes,” tutur Greta.
Ia juga mengungkapkan bahwa dinding penjara dipenuhi lubang peluru dan bercak darah. Di antara noda-noda itu, ia melihat ukiran pesan dari tahanan Palestina sebelumnya. Pesan itu menggambarkan penderitaan yang dialami para tahanan dari waktu ke waktu.
Greta menyebut Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, ikut berada di lokasi saat kekerasan terjadi. Ia berteriak kepada para tahanan dengan kata-kata kasar. “Dia menuduh kami teroris dan mengatakan kami ingin membunuh bayi-bayi Yahudi,” jelas Greta.
Menurutnya, perlakuan kasar itu tidak hanya dialami dirinya, tetapi juga aktivis lain dalam armada Global Sumud. Banyak yang mengalami pemukulan dan ancaman yang sama. “Semua yang mereka lakukan sangat kejam,” tegasnya.
Meski mengalami kekerasan berat, Greta menolak menjadikan dirinya pusat perhatian. Ia menegaskan bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan apa yang terjadi di Gaza.
“Apa yang kami alami hanya sebagian kecil dari penderitaan warga Palestina,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa ribuan warga Palestina, termasuk ratusan anak-anak, kini ditahan tanpa pengadilan dan mengalami penyiksaan yang serupa.
Armada Global Sumud terdiri dari lebih dari 500 sukarelawan dari berbagai negara. Pesertanya berusia antara 18 hingga 78 tahun, termasuk guru, dokter, mahasiswa, dan anggota parlemen. Beberapa dari mereka adalah warga Yahudi yang menentang tindakan Israel.
Greta menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri Swedia yang dianggap tidak aktif membantu warganya yang ditahan. “Mereka hanya mengatakan, ‘Kami di sini untuk mendengarkan. Anda berhak atas dukungan konsuler,’ tapi tidak melakukan apa pun,” kata Greta.
Email yang diperoleh Aftonbladet menunjukkan bahwa laporan kepada keluarga para tahanan telah disunting. Banyak detail penting, seperti kekurangan air dan layanan medis, sengaja dihapus dari laporan resmi.
Greta Thunberg bersama para anggota armada lainnya berencana mengajukan pengaduan resmi kepada Ombudsman Parlemen Swedia. Mereka menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kelalaian dalam melindungi warganya.
Kerabat dan peserta juga mendesak pemerintah Swedia untuk bersuara lantang dalam menegakkan hak asasi manusia di Gaza dan terhadap semua warga yang menjadi korban kekerasan Israel.
Greta menutup kesaksiannya dengan seruan moral, “Tidak ada kebebasan sejati jika kita diam terhadap penderitaan orang lain.”
“Baca Juga: TNI Tumpas OPM Kodap VIII, 14 Anggota Tewas di Intan Jaya“