koranindonesia.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari, terlibat dalam kontroversi serius setelah ditemukan bersalah dalam kasus penyalahgunaan jabatan dan asusila. Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menunjukkan bahwa Hasyim menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, mengarah pada sanksi pemberhentian dari jabatannya.
” Baca Juga: Duo Jambret CFD Sudirman Ditangkap, Terancam 9 Tahun Penjara “
DKPP telah menetapkan bahwa Hasyim Asy’ari menggunakan kendaraan dinasnya untuk kepentingan pribadi. Khususnya mengantar dan menjemput korban di luar tugas kedinasan di Jakarta. Selain itu, Hasyim juga terbukti memfasilitasi korban dengan membelikan tiket pesawat dan menyewakan apartemen untuk korban tinggal sementara. Meskipun sumber dana yang digunakan tidak berasal dari keuangan negara. Meskipun demikian, tindakan ini menunjukkan adanya hubungan pribadi yang khusus antara Hasyim dan korban.
Berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. DKPP memutuskan bahwa tindakan Hasyim Asy’ari melanggar ketentuan yang ada. Putusan DKPP mengarah pada sanksi pemberhentian tetap terhadap Hasyim. Setelah terbukti melakukan tindakan asusila terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Hasyim merayu dan memaksa anggota PPLN berinisial CAT untuk berhubungan badan di hotel tempatnya menginap di Belanda pada Oktober 2023. DKPP juga menyarankan Presiden Joko Widodo untuk segera melaksanakan putusan DKPP dalam waktu tujuh hari setelah dibacakan. Menyikapi putusan tersebut, Hasyim Asy’ari mengaku bersyukur dan menerima sanksi pemberhentian sebagai anggota KPU RI. Serta mengucapkan terima kasih atas keputusan DKPP yang membebaskannya dari beban berat sebagai penyelenggara pemilu.
Kasus ini tidak hanya berdampak pada citra Hasyim Asy’ari sebagai Ketua KPU, tetapi juga mencoreng reputasi lembaga tersebut. DKPP menegaskan pentingnya penegakan etika dan integritas dalam menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. Putusan ini juga menunjukkan bahwa pelanggaran etika dan penyalahgunaan jabatan tidak akan ditoleransi dalam menjalankan tugas negara. Bahkan jika tidak melibatkan keuangan publik secara langsung.
” Baca Juga: Penangkapan Adek Batak dan AA Penikam Satpam PT CAS “
Dengan demikian, kasus ini menjadi peringatan bagi pejabat publik lainnya untuk selalu menjaga integritas. Serta mematuhi kode etik yang berlaku dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.