Koranindonesia.id – Dalam debat calon presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden melontarkan sindiran tajam terhadap rivalnya, Donald Trump, dengan menyebutnya sebagai ‘penjahat’. “Satu-satunya orang yang berada di panggung ini merupakan penjahat yang dihukum adalah pria yang sedang saya lihat sekarang,” ujar Biden kepada Trump. Sindiran ini mengacu pada status Trump sebagai mantan Presiden AS pertama yang dinyatakan bersalah dalam kasus pidana. Pada Jumat (28/6/2024), Biden tidak ragu-ragu mengangkat isu ini di tengah debat.
” Baca Juga: IHSG Kembali ke Level 7.000 “
Trump dinyatakan bersalah oleh pengadilan di New York pada Kamis (30/5/2024). Juri dalam sidang tersebut memutuskan Trump bersalah atas 34 dakwaan memalsukan catatan bisnis. Dakwaan ini terkait dengan upaya Trump untuk menyembunyikan pembayaran kepada bintang porno Stormy Daniels. Trump, yang hampir pasti akan mengajukan banding, belum memberikan reaksi resmi terhadap putusan juri tersebut.
Kasus ini bermula dari pembayaran sebesar USD 130.000 yang dilakukan oleh pengacara Trump, Michael Cohen, kepada Stormy Daniels pada malam pemilu 2016. Pembayaran tersebut bertujuan untuk membungkam Daniels terkait klaimnya bahwa dia memiliki hubungan seksual dengan Trump pada turnamen golf selebriti tahun 2006. Persidangan tersebut menampilkan kesaksian panjang dari Daniels, yang nama aslinya adalah Stephanie Clifford. Trump sendiri membantah pernah berhubungan seks dengan Daniels dan memilih untuk tidak memberikan kesaksian di pengadilan.
Secara teori, Trump bisa menghadapi hukuman hingga 4 tahun penjara untuk setiap tuduhan memalsukan catatan bisnis. Namun, para ahli hukum AS memprediksi bahwa Trump tidak mungkin akan masuk penjara. Meskipun demikian, putusan ini tetap menjadi noda besar dalam karir politik Trump dan digunakan oleh lawan-lawan politiknya. Termasuk Joe Biden, untuk menyerangnya dalam konteks debat dan kampanye.
Sindiran Biden ini mencerminkan betapa seriusnya isu ini dalam konteks politik AS. Trump, yang dikenal sebagai figur kontroversial, kini harus menghadapi konsekuensi hukum yang bisa mempengaruhi peluangnya dalam pemilihan presiden mendatang. Kasus ini juga memberikan amunisi tambahan bagi lawan-lawan politiknya untuk meragukan integritas dan kelayakannya sebagai calon presiden. Di sisi lain, pendukung Trump tetap teguh membela idolanya. Menganggap putusan ini sebagai bagian dari serangan politik yang bertujuan untuk menjatuhkan Trump.
” Baca Juga: Wakil Ketua MPR Dorong Konsisten Adaptasi Pendidikan Nasional “
Dengan demikian, perdebatan seputar kasus ini tidak hanya berfokus pada aspek hukum. Tetapi juga pada implikasi politik yang lebih luas, menjadikannya salah satu isu sentral dalam kampanye pemilihan presiden AS.