
Kematian Diplomat Arya Daru Burnout Berat Diduga Picu
koranindonesia.id – Kematian Diplomat Arya Daru (39), diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), ditemukan tewas di kamar kosnya di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Wajah Arya terlilit lakban saat ditemukan, dan kejadian itu langsung mengundang perhatian publik.
Kepolisian segera melakukan penyelidikan atas kematian Arya yang terjadi dalam kondisi yang tidak biasa. Namun, penelusuran lebih lanjut mengungkap sisi lain dari kehidupan Arya sebagai diplomat, yaitu tekanan mental dan kelelahan psikologis akibat tugas berat yang ia emban.
“Baca Juga: 15 Negara Serukan Pengakuan Palestina dan Gencatan Senjata“
Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor), Nathanael EJ Sumampouw, menjelaskan bahwa pekerjaan Arya menuntut beban psikologis yang tinggi. Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya pada Selasa, 29 Juli 2025, Nathanael mengungkapkan bahwa Arya mengalami burnout berat sebelum meninggal.
“Pekerjaan Arya membutuhkan empati tinggi, kepekaan emosional, dan sensitivitas sosial yang konsisten. Tuntutan ini bisa memicu burnout dan kelelahan kepedulian,” kata Nathanael.
Arya bertugas memastikan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada dalam situasi krisis di luar negeri. Tanggung jawab tersebut membuatnya terus-menerus terpapar pada trauma dan penderitaan yang dialami para WNI.
Selama bertugas, Arya tidak hanya menjalankan fungsi diplomatik. Ia juga berperan sebagai pendengar dan penolong bagi banyak WNI yang membutuhkan perlindungan. Menurut Nathanael, peran ini sangat berat dan melelahkan secara emosional.
“Almarhum adalah pekerja kemanusiaan. Ia menjadi pelindung dan penyelamat bagi WNI yang menghadapi krisis. Ia memastikan bahwa negara hadir untuk rakyatnya,” ujar Nathanael.
Selain beban kerja yang tinggi, Arya juga menyimpan tekanan emosional secara pribadi. Ia memilih untuk tidak menunjukkan emosi negatif di depan orang lain.
Dalam penelusuran psikologis yang dilakukan Apsifor, diketahui bahwa Arya pernah mencoba mengakses layanan kesehatan mental secara daring. Ini menunjukkan bahwa ia sempat mencari bantuan, meskipun secara diam-diam.
“Almarhum mencoba menginternalisasi emosi negatif dan tidak menunjukkannya kepada lingkungan sekitar. Namun, kami menemukan jejak bahwa ia pernah mengakses layanan psikologis online,” ungkap Nathanael.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, juga menyampaikan fakta mengejutkan. Ia menyebut Arya telah memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya sejak tahun 2013.
Penyelidikan masih terus berlanjut untuk mengungkap secara utuh penyebab kematian Arya. Pihak kepolisian tetap mendalami semua kemungkinan, termasuk faktor psikologis dan tekanan kerja yang ekstrem.
Kisah Arya Daru Pangayunan menjadi pengingat penting bahwa pekerjaan kemanusiaan bisa membawa tekanan mental yang berat. Dukungan psikologis seharusnya menjadi bagian dari sistem kerja para diplomat dan pekerja kemanusiaan.
“Baca Juga: Pria di Bekasi Jual Pacar demi Biaya Nikah, Ditangkap Polisi“